Dari sebuah tulisan, dan sedikit tentang aktivis  

Celoteh Herlina

aku bukan aktivis, punya teman aktivis pun jarang, apa mungkin karena aku tidak begitu perduli terhadap keadaan orang lain, jadinya aku hidup hanya untuk diriku sendiri. entahlah, tapi terkadang aku begitu menyukai pemikiran para aktivis yang kulihat sangat peduli terhadap kehidupan orang lain, terutama orang-orang yang terpinggirkan nasib, terlindas oleh keadaan yang tidak menguntungkan. tapi terkadang cara yang mereka (para aktivis) pake, kurang begitu kusetujui, mungkin juga karena aku kurang mengerti, makanya aku tidak setuju.

beberapa hari yang lalu, ketika sedang mencari tugas tentang PRA (participatory rural appraisal) atau dikenal juga dengan pendekatan partisipatif masayarakat desa , aku nemu sebuah artikel di sebuah situs, dan ada salah satu paragraf yang cukup menarik kata-katanya, tapi aku masih kurang mengarti apa sih sebenarnya maksudnya. paragrafnya sebagai berikut :

Ada lagi kritik keras, yakni kecenderungan munculnya fanatisme terhadap pendekatan partisipatif telah membuat partisipasi menjadi tirani baru yang bukan saja bersifat manipulatif, tetapi juga merusak masyarakat yang seharusnya diberdayakan. Alih-alih memberdayakan masyarakat, yang terjadi malahan abuse terhadap masyarakat dengan dalih partisipasi. Menurut pengkritik ini, metode PRA atau metode partisipatif lainnya tidak akan bersifat tiranik kalau para penggunanya siap untuk menghilangkan pembatas-pembatas dirinya sendiri yang didasari oleh latar belakang budayanya. Dalam arti lain, metode partisipatif seperti PRA hanya akan bekerja seperti yang diharapkan apabila penggunanya sendiri memiliki kemerdekaan pikiran dalam arti ke luar dari perspektif dan nilai-nilai budaya, agama, ras, etnis, jenis kelamin, dsb. yang melekat dalam dirinya. Apakah ini suatu pra-syarat yang bisa kita penuhi?

Semua ini sepenuhnya tergantung pada sikap dan perilaku kita: yaitu kesediaan untuk rendah hati, kesediaan untuk menerima perbedaan, dan kesediaan untuk mengakui bahwa kita, para aktivis, adalah mahluk yang paling mementingkan diri sendiri. Sebenarnya, kebajikan yang kita lakukan dengan berbagi bersama masyarakat yang paling lemah dan miskin adalah juga demi kepentingan kita sendiri: yaitu kepentingan untuk hidup lebih damai, aman, terpuaskan dan sejahtera. Ternyata, membiarkan si miskin kelaparan dan terjadinya ketimpangan kaya dan miskin yang mencolok telah menimbulkan penjarahan dan pencurian yang merugikan bagi kesejahteraan dan kedamaian si kaya itu sendiri. Pemberontakan dan tuntutan kemerdekaan akibat penindasan semasa rezim Soeharto, juga merugikan penguasa itu sendiri. Radikalisme gerakan feminis untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, juga merugikan harmoni kehidupan (baca: laki-laki).


maksudnya apaan ya?????, kalo ada yang ngerti plis ya bagi-bagi

HUJAN DAN AKU  

Celoteh Herlina

sudah beberapa hari ini aku menunggumu. hujan terus membasahi bumi. aku tahu kau tak mungkin datang, walau kau telah berjanji. dingin ini, tidak membuatku beku, tapi penantian ini melebihi kebekuan es. semua yang telah kusiapkan untukmu sudah menjamur. entah apalagi yang akan kusuguhkan jika kau datang. mungkin kita hanya akan diam dan mendengarkan suara hujan.

apa benar kau akan datang??, aku kembali bertanya pada diriku yang menunggu. sepertinya aku tidak akan datang. tak kutahu seberapa dalam cintamu padaku hingga kau akan rela menembus hujan dan menjumpaiku. kemarin, hari ini dan mungkin besok, di setiap pagi selalu kusiapkan air panas agar bisa menyeduh teh jika kau datang bersama dingin. rupanya kemarin, hari ini dan mungkin juga besok hanya aku dan hujan yang menemaniku minum teh.

genap seminggu, kau tak jua muncul. aku masih menunggu. gelisah. bahkan angin yang menggoyangkan pintu, kukira dalah kedatanganmu. hujan semakin lebat, sepertinya hari ke hari semakin kencang angin yang bertiup, air yang melimpah semakin banyak. sungai dan selokan serata jalan. dan aku tetap saja menunggu,seperti hujan yang selalu saja datang.

diiringi lagu november rain dalam hatinya, seorang laki-laki berdiri menatap reruntuhan rumah yang hancur diterkam badai, sehari yang lalu. beberapa rumah di kawasan itu diberitakan di televisi, terkena hantaman badai. korbannya banyak, anak-anak, orang tua, laki-laki, perempuan, anjing, kucing, bahkan ayam. banyak orang berlalu-lalang melihat-lihat reruntuhan. tapi laki-laki itu hanya diam mematung. mata elangnya berkaca-kaca, dia bergumam "maaf sayang, aku terlambat".

hujan, dan aku telah pergi. kota itu tak lagi hujan. aku tak lagi menunggumu. ternyata aku telah salah menunggumu, karena kau bukan untukku, ternyata yang harus disampingku memang telah selalu ada disampingku. hujan. yah dia yang selalu bersamaku, menunggu bersamaku, pergi bersamaku. hanya aku dan hujan.