Perempuan yang menyayangimu  

Celoteh Herlina

Aku tak pernah mengerti dirimu,
Dan mungkin tak pernah benar-benar mencoba untuk melakukannya
Aku hanya seorang perempuan, yang menyayangimu

Aku hanya ingin jadi payung di hari hujanmu
Aku hanya ingin jadi selimut di malam badaimu
Aku tak lebih, hanya seorang perempuan yang menyayangimu

Aku ingin menarik senyum di wajahmu
Aku ingin menjadi geli diperutmu yang buat kau tertawa
Karena aku seorang perempuan yang menyayangimu

Aku ingin menjadi orang pertama yang kau lihat di pagi hari
Aku mau kau kecup selamat malam sebelum kau beranjak tidur
Sebab sebagai perempuan, aku menyayangimu

Aku mau kau lega, saat argumenku benar adanya
Aku mau kau cemberut waktu aku memberi saran konyol
Aku mau kau butuhkan untuk kuajari sesuatu
Aku pun ingin kau membimbingku melangkah jika ku butuh
Sebab aku perempuan yang sangat menyayangimu

Aku tak tahu bagaimana lagi menyatakannya
Sebab aku hanya perempuan yang menyayangimu
Dan aku bertanya-tanya, apakah kau juga
Hanyalah laki-laki yang menyayangiku

Miss You Oma  

Celoteh Herlina


Siapa menyangka

Pada kematian, yang begitu dingin
Cintamu masih begitu hangat, menghangatkan

And that’s painfull for me

I'm Fallin in Love  

Celoteh Herlina

Telaga biru di Halmahera, terlentang dengan pasrahnya
Kurungan pepohonan raksasa, puluhan meter menghijau
Dari kaki batang hingga pucuk juvenile, dipanjati tanaman rambat
Seperti mencium aroma surga, bahagia-bahagia tak terhingga
Berdentum-dentum pukulan jantungku, kayak dipasangi sub-woofer

Keren abis….., siapa yang bisa gak jatuh cinta pada alam seindah itu

Gamalama, menyembul
Kiematubo,Gamkunora, Maitara, Hiri memanggil-manggil
Kiebesi Makian, di kakinya para leluhur momoi bersemayam
Membaringkan sisa jasadnya pada ibu bumi

Debur ombak memukul-mukul dinding benteng kalamata
Bebatuan dan pasir halus sulamadaha seakan berbincang
dengan hiri yang bersahaja dihadapannya
Pasir putih sepanjang pesisir tidore mengundang bercengkrama

Tolire, yang misterius dan membawa cerita kelabu percintaan sedarah
Mahkota berambut di kedaton ternate, yang masih saja mistis
Menyimpan legenda asal usul moloku kie raha, negeri empat kerajaan

Teringat cerita papa tentang babi hutan, bawang raksasa, 3 hari di atas perahu
Melompat dari atas kapal, berenang di laut lepas, ladang yang luasnya bagai lautan
Asal-usul nama tempat, cerita masa lalu tentang rumah momoi

I’m falling in love !!!!!!

Bye, bye-bye.......  

Celoteh Herlina

entah kenapa, tawamu yang lepas itu bagiku sebuah pernyataan bahwa kau, juga aku, sudah baik-baik saja, no hard feeling anymore.......

seperti saat aku mencoba melupakan pangeran jeruk, dalam dua tahun yang penuh rasa bersalah, dan setelah dia bilang "don't worry be happy" sambil tertawa riang, dan itulah sudah...., aku tahu kalau dia, juga aku, baik-baik saja.

kini kau juga....., well adios amigo

kuharap suatu saat dapat jumpa lagi, entah kapan dan dimana, tapi pasti kita bisa jabat tangan erat, sambil senyum hangat, sahabatku.

waktu hujan bulan kemaren  

Celoteh Herlina

Dia datang bersama hujan pertama, tak ada yang istimewa.

Hanya pasrahku, dibalut dinginnya air dan angin yang mengantarkannya.

Beri kesempatan waktu mengukir alur. Seperti matahari yang setia berada di setiap pagi, menemani segala yang tumbuh dan mengucap selamat tinggal pada segala yang pergi.

Dan aku kehabisan kata untuk ini…, semua mengabur setelah sekian lama menutup mata.

Sekali lagi, beri kesempatan waktu mengukir alur.


Untaian kata itu dibuat awal musim hujan, beberapa bulan lalu, ketika dingin turun dengan begitu cantik. Sekarang aku mengerti tak di hujan juga kemarau, aku lebih mencintai diriku sendiri, terlalu mencintai diriku sendiri, hingga tak sisakan ruang untuk siapapun. Pernah aku membagi bahagia, bersama the living miracle, tapi kini dia sudah berlalu. Meninggalkan galau balau ku sendiri menatap limbung jalanan yang harus kutempuh. Aku justru merasa kuat ketika aku limbung, aku justru menemukan kemandirianku dalam kelemahanku yang membahana.


Hmm.., rasanya begitu nikmat, mencintai diri sendiri.


Segala hujan, segala kemarau, nyanyian-nyanyian cinta, rindu-rindu asmara, hanya

warna-warna yang sebentar lewat, bagiku semua tak boleh menetap tinggal. Aku benci menjadi setia, aku benci jika akhirnya hanya ada aku yang berdiri di simpang jalan itu sambil menangisi
seseorang, akulah yang akan pergi, akulah yang akan mengucapkan selamat tinggal, akulah yang

akan berlalu sambil ditangisi oleh seseorang, aku akan memunggunginya dan mengambil langkah jauh, agar tak kudengar tangisannya.


Hikss.., so far, i think it's me the one who had always has that cry



the pict from here

Love Suck!!!!!, mellow yellow again...  

Celoteh Herlina

Aku ingin menangis,
di tepian laut yang sunyi
di bawah langit malam yang temaram
ingin menjerit sejadinya
tentang segala luka rindu

pada sebuah wajah
yang telah sangat kukenal
hingga aku tak peduli betapa jeleknya dia
begitu sukanya, begitu rindunya
hingga harus kugigit lidahku
agar tak lancang meneriakkan namanya



aku hanya bisa membayangkan
berlari menembus segala pakem, melabrak semua larangan
mengahapus masa lalu hitam
lalu berdiri di hadapanmu
meminta tanganmu tuk kupercayakan hatiku

hanya membayangkan,
telah menderaikan begitu banyak air mata
sebuah mimpi yang tak pernah mungkin
mimpi sederhana yang seketika menjadi rumit
ketika aku terbangun dan melihat hitamku

i'm terribly in love with you
bertemu denganmu tak pernah kusesali
berpisah denganmu pun adalah suatu keharusan
it's just now, i'm desperately missing you
tapi bukankah kita gak akan kehilangan sesuatu yang gak kita miliki??????!!!!!.....

always and always
Love sucks!!!!!!!!!
damned mellow yellowww..!!!

Jika Engkau Laut  

Celoteh Herlina

Aku rindu laut,
Seperti sungai yang bermuara ke laut,
Seperti itu pula aku merindukan laut
Rasanya telah berabad aku tak bersua dengannya
Pantai, sering kukunjungi, tapi pantai adalah tepian
Daerah perbatasan, wilayah antara
Bukan laut yang semerbak misteri dan agung
Yang menyapu hati dengan segala aroma kesejukannya
Laut, aku merindukanmu
Layaknya sungai rindu muara.
Aku ingin hilang melebur
Hingga tak ada lagi air mata dan senyum
Cinta dan benci
Hanya ada laut, segala cinta, segala harap, segala tangis, segala nasib
Bermuara, pulang ke tujuan

Rinduku, laut..
Biar aku menjelma ikan-ikan kecil, plankton, rumput laut
Pasirmu, birumu, anginmu
Apapun…, asalkan denganmu
Asal menemukanmu.

Laut…
Segalaku inginkan engkau
Semua yang ada padaku rindukan dirimu

Torehan ini karena sesuatu yang berdiam di hati, keluar lewat laku, melompat dari ucap, tercermin dari pandangan. Namun sayang, dia terkadang kecil menjadi besar, semakin besar, lalu mengecil lagi, fluktuatif, bahkan kadang hilang. sesuatu hal langka yang bagiku sangatlah berharga karena sulit meperolehnya, lebih sulit lagi menjaganya.

Februari yang basah  

Celoteh Herlina

Februari yang basah,
Musim menggeliat, tak karuan menghantam
Padi mati muda,
Memendekkan jalur luka, mempercepat derita

Halaman istana becek,
Dan turis-turis batal bertandang.
Negara merugi, burung besi tak bisa terbang

Ibu kota, ibu desa, ibu negara
Semua berenang, kebanjiran.
Air keruh, coba basuh wajah bangsa ini
meluahkan apa-apa yang sembunyi
menunjukkan saluran yang mampet

naikkan Jakarta ke atas bahtera Nuh
jangan lupakan ngawi, ponorogo, mojokerto…
lalu berlayar lintasi februari
februari yang basah dan resah

februari yang basah oleh cinta
yang basah oleh hujan
juga basah oleh darah, benci dan dendam
di timur sana
kursi-kursi menjadi tuhan
seorang presiden ditembak, hakim dibom
kaca-kaca bertaburan, menusuk luka juga benci
lalu tumbuh subur
lebih subur dari kedelai yang kian melambung

februari yang penuh coklat dan permen,
manisku…, lupakan cinta
aku mau sekotak tempe berbentuk hati
jangan lupa
kuburkan mereka di makam pahlawan
agar kita ingat, dulu di negeri ini
banyak petani.

My awckward february
I love you.

The Singing Sagoo  

Celoteh Herlina

Sagu-sagu menari, tarian perpisahan....

Aku teringat papa ketika dengan lugasnya berkata, siapa bilang orang ambon makanan pokoknya sagu, sejak kecil papa makannya nasi, sagu hanya sebagai selingan atau makanan ringan.

Lalu di rimba-rimba Pulau Seram Pohon Sagu, Kakao, Pala, Cengkeh trying to survive. Yang menang yang paling tinggi nilai jualnya. Pala, cengkeh, kakao, berapa rotasi??? dan mereka pergi menyisakan tanah tua, yang lalu dipaksa lagi menumbuhkan minyak-minyak hijau.

Di atas kertas, data-data itu. Padi, kakao, pala, cengkeh. 1, 2, 3 hektar mereka adalah padi. Luar biasa, angka yang cukup langka kalau kita di Pulau Jawa. Lalu mereka makmur, pangan tercukupi, pendidikan layak, kehidupan sejahtera, sayang sekali itu semua tidak terjadi. Padi yang 3 ha itu, menggunakan sistem tabela. Ongkos produksi menjadi lebih besar, semakin merugi ketika pemerintah mengucurkan raskin. Harga gabah turun, petani menangis lagi, apa artinya 2-3 ha itu.

Di atas kertas, sudah tak ada lagi sagu. Pohon besar itu, yang begitu melekat dengan nama orang-orang Maluku, mungkin beberapa puluh tahun lagi akan tinggal sejarah. Sagu tumang, sagu lempeng, sagu gula, sagu kasbi, bagea, halua, semua makanan maluku that so much integrated with sagu, mulai menghilang. Food sustainability in molucas family especially in the village, no longer exist along with the goodbye step of sagu. One of my friend said that she had that time, where her grand ma has a special room for sagu in their house’s second floor, and that’s so much worthy for their food sustainable. Pohon sagu akan tumbuh selama puluhan tahun sebelum akhirnya ditebang dan diambil seluruh bagian isi batang pohonnya. Panen satu pohon sagu untuk satu keluarga dapat menjadi persediaan makanan untuk waktu yang cukup lama, tahunan mungkin. Sagu disimpan dalam, bentuk sagu tumang, yaitu pengemasan tradisional, sagu setelah dicuci dan berbentuk tepung kemudian dibungkus dalam anyaman daun sagu, dan dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama.

And those research like the singing money, like tree of prosperty, with notes ofcourse, if you are not the object of research. It’s wet damned thing, unusefull tools as the government always do. It’s so amazing system, money comes easily when they wants to know what happened on the reality, but once they tryin to overcome the problem, money like hope for the rain in the sahara. So what it’s use to. Those research paper, reports, document, etc. just to fill the board of modern artistic building called government office, or just as the vain efforts so the officer has something to do as excuse to have their money, legally. No wonder many people are struggle to be in that chair, government officer. (me too, it’s so tempted)

In the middle of the singing sagoo. I heard another cries. A nobel institution, education institution. Dimana ikan-ikan besar memakan ikan kecil. Kaki-kaki menginjak kepala-kepala, dan seterusnya, berganti-ganti, saling menekan, kepuasan hanya barang langka berdebu yang ada di musium sepi tak berpengunjung. Lalu pendidikan jadi seperti penjajah, yang selalu meminta upeti tak masuk akal. Dan untuk sebuah status (yang gak penting gitu loh..) semua mulut-mulut bungkam, tangan-tangan terikat, meski hati panas, air mata meleleh, kepala bedenyut-denyut tak karuan, tapi upeti harus tetap terbayarkan, setan-setan semakin menari, dan ketundukan menjadi budaya manis yang semakin buncit. I hate them.., berjas putih seperti malaikat, tapi hatinya hitam menulari orang-orang, manusiakah mereka. Setan, iblis, anak-anak adam tak perlu lagi kalian goda, kami sudah lebih canggih, segala macam dosa selalu kami up date, varian-varian baru selalu hadir, tak perlu waktu lama, kami berlomba-lomba menjadi yang paling mutakhir. Bahkan untuk sebuah tempat suci dimana cahaya keimanan memulai langkahnya. Di tempat itu pulalah akan kami mulai memadamkannya. Pada bangku-bangku, papan tulis, segala macam diktat, huruf-huruf memudar menyesali, mengapa pengetahuan malah menutup hati manusia.

Di tengah lirih pendengaranku menahan semua marah yang melompat-lompat di antara cerita temanku, tentang lembaga setan itu. Sepasang kaki mungil yang cantik, melayang di tengah dingin udara. Duh ibu…., terhadap angin malam kaubiarkan melukainya, apakah juga tak akan kau jaga dia dari kejamnya dunia. Semoga hidupnya bahagia, menghargai budayanya dan terhindar dari segala bentuk penjajahan.

Sagu-sagu masih menari, dan aku pun akan memulakan langkahku, semoga aku bisa memberimu arti.